Jumat, 17 Februari 2012

Zaid bin haritsah

Zaid bin Haritsah seorang yg dilukiskan oleh para ahli sejarah dgn perawakan biasa pendek kulitnya coklat kemerah-merahan dan hidung yg agak pesek adl termasuk pahlawan-pahlawan Islam yg besar. Sudah lama sekali Su’da isteri Haritsah berniat hendak berziarah ke kaum keluarganya di kampung Bani Maan. Ia sudah gelisah dan seakan-akan tak sabar lagi menunggu waktu keberangkatanya. Pada suatu pagi yg cerah suaminya mempersiapkan kendaraan dan perbekalan utk keperluan itu. Kelihatan Su’da sedang menggendong anaknya yg masih kecil Zaid bin Haritsah. Di waktu ia akan menitipkan isteri dan anaknya kepada rombongan kafilah yg akan berangkat bersama dgn isterinya menyelinaplah rasa sedih di hatiya disertai perasaan aneh menyuruh agar ia turut serta mendampingi anak dan isterinya. Karena ia harus menyelesaikan tugas dan pekerjaannya perasaan gundah itu hilang jua. Kafilah pun berangkat meninggalkan kampung itu; Harisah pun mengucapkan selamat jalan kepada isteri dan anaknya .. Haritsah melepas kepergian isteri dan anaknya dgn air mata berlinang. Isteri dan anaknya pun sangat sedih dalam peristiwa perpisahan itu. Setelah mereka berdua sampai di tempat tujuan beberapa waktu kemudian terjadilah musibah yg menimpa penduduk kampung Bani Maan. Kampung itu habis porak-poranda diserang oleh gerombolan perampok Badui. Semua barang berharga milik penduduk kampung itu dikuras habis; penduduknya ditawan dan digiring oleh para perampok itu sebagai tawanan termasuk si kecil Zaid bin Haritsah. Dengan perasaan duka pulanglah Su’da utk menyusul suaminya seorang diri. Demi Harisah mengetahui kejadian itu ia pun jatuh tak sadarkan diri. Dengan tongkat di pundaknya segera ia berjalan mencari anak kesayangannya. Padang pasir dijelajahinya kampung demi kampung diselidikinya. Sesekali ia bertanya kepada kabilah yg lewat; kalau-kalau ada yg tahu keberadaan anaknya tersayang Zaid. Usahanya itu pun belum menunjukan hasil. Sambil menghibur diri ia bersyari

“Kutangisi Zaid ku tak tahu apa yg telah terjadiDapatkah ia diharapkan hidup atau telah mati?Demi Allah ku tak tahu sungguh aku hanya bertanyaApakah di lebah ia celaka atau dibukit ia binasa?Di kala matahari terbit ku terkenang padanyaBila surya terbenam ingatan kembali menjelmaTiupan angin yg membangkitkan kerinduan pulaWahai alangkah lamanya duka nestapa diriku jadi merana.”

Ketika kabilah perampok yg menyerang desa Bani Maan berhasil dgn rampokannya mereka pergi ke pasar Ukaz menjual barang-barang dan tawanan hasil rampokannya. Si kecil Zaid dibeli dibeli oleh Hakim bin Hizam. Pada kemudian harinya ia memberikannya kepada mak ciknya Siti Khadijah. Pada waktu itu Khadijah ra telah menjadi isteri Muhammad bin Abdillah . Selanjutnya Khadijah memberikan khadamnya Zaid sebagai pelayan bagi Muhammad. Beliau pun menerimanya dgn senang hati lalu segera memerdekannya. Dengan pribadinya yg besar dan jiwanya yg mulia Zaid diasuh dan dididiknya dgn segala kelembutan dan kasih sayang seperti terhadap anaknya sendiri. Pada salah satu musim haji sekelompok orang dari desa tempat Haritsah tinggal berjumpa dgn Zaid di Mekah. Mereka menyampaikan kerinduan ayah bunda Zaid. Zaid balik menyampaikan pesan salam rindu dan hormatnya kepada kedua orang tuanya. Kepada para hujaj atau jamaah haji itu Zaid berkata “Tolong beritakan kepada kedua orang tuaku bahwa aku di sini tinggal bersama seorang ayah yg paling mulia.” Begitu ayah Zaid mengetahui di mana anaknya berada segera ia mengatur perjalanan ke Mekah bersama seorang saudaranya. Sesampainya di Mekah ia menanyakan di mana rumah Muhammad. Setelah bertemu dgn Muhammad Harisah berkata “Wahai Ibnu Abdil Muththalib..! wahai putera dari pemimpin kaumnya! Anda termasuk penduduk tanah Suci yg biasa membebaskan orang tertindas yg suka memberi makanan para tawanan. Kami datang ini kepada anda hendak meminta anak kami. Sudilah kiranya menyerahkan anak itu kepada kami dan bermurah hatilah menerima uang tebusannya seberapa adanya?” Muhammad merasakan benar bahwa hati Zaid telah lekat dan terpaut kepadanya tetapi dalam pada itu merasakan pula hal seorang ayah terhadap anaknya. Maka kata Muhammad kepada Haritsah”Panggilah Zaid itu ke sini suruh ia memilih sendiri. Seandainya dia memilih Anda maka akan saya kembalikan kepada Anda tanpa tebusan. Sebaliknya jika ia memilihku maka demi Allah aku tak hendak menerima tebusan dan tak akan menyerahkan orang yg telah memilihku!” Mendengar ucapan Muhammad yg demikian wajah Haritsah berseri-seri kegirangan krn tak disangkanya sama sekali keluar darinya kemurahan seperti itu lalu ucapnya “Benar-benar Anda telah menyadarkan kami dan Anda beri pula keinsafan di balik kesadaran itu!” Kemudian Muhammad menyuruh seseorang utk memanggil Zaid. Setibanya dihadapannya beliau langsung bertanya “Tahukah Engkau siapa orang-orang ini?” “Ya tahu” jawab Zaid.” Yang ini ayahku sedangkan yg seorang lagi adl pamanku.” Kemudian Muhammad mengulangi lagi apa yg telah dikatakannya kepada ayahnya tadi yaitu tentang kebebasan memilih orang yg disenanginya. Tanpa berpikir panjang Zaid menjawab “Tak ada orang pilihanku kecuali Anda ! Andalah ayah dan Andalah pamanku!” Mendengar itu kedua mata Muhammad basah dgn air mata krn rasa syukur dan haru. Lalu dipegangnya tangan Zaid dibawanya ke pekarangan Ka’bah tempat orang-orang Quraisy sedang banyak berkumpul lalu serunya “Saksikan oleh kalian semua bahwa mulai saat ini Zaid adl anakku.. yg akan menjadi ahli warisku dan aku jadi ahli warisnya.” Mendengar ucapan itu hati Harits seakan-akan berada diawang-awang krn suka citanya sebab ia bukan saja telah menemukan kembali anaknya bebas merdeka tanpa tebusan malahan sekarang diangkat anak pula oleh seseorang yg termulia dari suku Quraisy yg terkenal dgn sebutan “Ash-Shadiqul Amin” keturunan Bani Hasyim tumpuan penduduk kota Mekah seluruhnya. Meskipun telah sekian lama merindukan anaknya kembali Zaid dan pamannya pulang dgn hati yg tenteram krn anaknya berada dalam naungan keluarga yg termulia keluarga Muhammad. Muhammad telah mengangkat Zaid sebagai anak angkat maka menjadi terkenallah ia diseluruh Mekah dgn nama “Zaid bin Muhammad.” Pada suatu hari yg cerah seruan wahyu yg pertama datang kepada Muhammad “Bacalah dgn menyebut nama Tuhanmu yg telah menciptakan! Ia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah yg telah mengajari manusia dgn kalam . Mengajari manusia apa-apa yg tidak diketahuinya.” . Kemudian datang susul-menyusul wahyu berkikutnya kepadanya “Wahai orang yg berselimut! bangunlah lalu berilah peringatan! dan Tuhanmu agungkanlah.” “Hai Rasul sampaikan apa yg diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yg kafir.” Tidak tak lama setelah Muhammad memikul tugas kerasulannya dgn turunnya wahyu tersebut jadilah Zaid sebagai orang yg kedua masuk Islam bahkan ada yg mengatakan sebagai orang yg pertama. Rasul sangat sayang sekali kepada Zaid. Kesayangan Nabi itu memang pantas dan wajar disebabkan kejujurannya kebesaran jiwanya kelembutan dan kesucian hatinya sertaiterpelihara lidah dan tangannya. Semua itu menyebebkan Zaid punya kedudukan tersendiri sebagai “Zaid Kesayangan” sebagaimana yg telah dipanggilkan sahabat-sahabat rasul kepadanya. Berkatalah Aisyah ra “Setiap Rasulullah mengirimkan suatu pasukan yg disertai oleh Zaid pastilah ia yg selalu diangkat menjadi pemimpinnya. Seandainya ia masih hidup sesudah Rasul tentulah ia akan diangkatnya sebagai khalifah.” Suatu ketika Rasulullah saw berdiri melepas bala tentara Islam yg akan berangkat menuju medan perang Muktah melawan orang-orang Romawi. Beliau mengumumkan tiga nama yg akan memegang pimpinan dalam pasukan secara berurutan sabdanya “Kalian semua berada di bawah pimpinan Zaid bin Haritsah! Seandainya ia tewas pimpinan akan diambil alih oleh Ja’far bin Abi Thalib; dan seandainya Jafar tewas pula maka komando hendaklah dipegang oleh Abdullah ibnul Rawahah.” Sampai ke tingkat inilah kedudukan Zaid di sisi Rasulullah saw. Siapakah sebenarnya Zaid ini? Ia seorang anak yg pernah ditawan diperjualbelikan lalu dibebaskan Rasul dan dimerdekakannya. Ia seorang laki-laki yg berperawakan pendek berkulit coklat kemerahan hidung pesek tapi ia adl manusia yg berhati mantap dan teguh serta berjiwa merdeka. Karena itulah ia mendapt temapat yg tinggi di dalam Islam dan di hati Rasululah saw. Rasulullah saw menikahkan Zaid dgn Zainab anak makciknya. Sayangnya pernikahannya tidak berumur panjang dan berakhir dgn perceraian. Kesediaan Zainab menikah dgn Zaid hanya krn rasa enggan menolak anjuran dan syafaat Rasulullah dan krn tidak sampai hati menolak Zaid sendiri. Maka Rasulullah saw mengambil tanggung jawab terhadap rumah tangga Zaid ini yg telah pecah itu. Rasulullah merangkul Zainab dgn menikahinya sebagai isterinya kemudian mencarikan Ummu Kultsum binti ‘Uqbah yg kemudian dinikahkan dgn Zaid. Karena peristiwa tersebut terjadilah kegemparan di kalangan masyarakat kota madinah. Mereka melemparkan kecaman kenapa Rasul menikahi bekas isteri anak angkatnya. Tantangan dan kecaman ini kemudian dijawab oleh Allah SWT dgn wahyu-Nya yg membedakan antara anak anagkat dan anak kandung atau anak adaptasi dgn anak sebenarnya sekaligus membatalkan adat kebiasaan yg berlaku selama itu. Pernyataan wahyu itu berbunyi sebagai berikut “Muhammad bukanlah bapak dari seorang laki-laki kalian. Tetapi ia adl Rasul Allah dan Nabi penutup. Dengan turunnya wahyu tersebut Zaid kemudian dipanggil dgn sebutan “Zaid bin Haritsah.” Dan sekarang..Tahukah anda bahwa kekuatan Islam yg pernah maju ke medan perang “Al-Jumuh” komandannya adl Zaid bin Haritsah? Kekuatan-kekuatan laskar Islam yg begerak maju ke medan pertempuran at-Tharaf al-’Ish al-Hismi dan lainnya panglima pasukannya adl Zaid bin Haritsah juga? Begitulah sebagaimana yg pernah kita dengar dari Aisyah ra sebelumnya “Setiap Nabi mengirimkan Zaid dalam suatu pasukan pasti ia yg diangkat menjadi pemimpinnya.” Suatu ketika datanglah perang Muktah yg terkenal itu. Adapun orang-orang Romawi dgn kerajaan mereka yg telah tua bangka secara diam-diam mulai cemas dan takut terhadap kekuatan Islam bahkan mereka melihat adanya bahaya besar yg dapat mengancam keselamatan mereka. Terutama di daerah jajahan mereka Syam yg berbatasan dgn negara dari agama baru ini yg senantiasa bergerak maju dalam membebaskan negara-negara tetangganya dari cengkeraman penjajah. Bertolak dari pikiran demikian mereka hendak mengambil Syria sebagai batu loncatan utk menaklukan jazirah Arab dan negeri-negeri Islam. Gerak-gerik orang-orang Romawi dan tuan terakhir mereka yg hendak menumpas kakuatan Islam dapat tercium oleh Nabi. Sebagai seorang yg ahli strategi Nabi memutuskan utk mendahului mereka dgn serangan mendadak sebelum diserang di daerahnya sendiri. Demikianlah pada bulan Jumafil Ula tahun yg kedelapan Hijriah tentara Islam maju bergerak ke Balqa’ di wilayah Syam. Demi mereka sampai di perbatasannya mereka dihadapi tentara Romawi yg dipimpin oleh Heraklius dgn mengerahkan juga kabilah-kabilah atau suku-suku badui yg diam di perbatasan. Tentara Romawi mengambil tempat di suatu daerah yg bernama Masyarif sedangkan laskar Islam mengambil posisi di dekat negeri kecil yg bernama Muktah yg kemudian dijadikan nama pertempuran ini. Rasulullah saw mengetahui benar arti penting dan bahayannya peperangan ini. Oleh sebab itu beliau sengaja memilih tiga orang panglima perang yg di waktu malam bertakarub mendekatkan mendekatkan diri kepada Ilahi sedangkan di siang hari sebagai pendekar pejuang pembela agama. Tiga orang pahlawan itu adl mereka yg siap menggadaikan jiwa raga mereka kepada Allah yg tiada berkeinginan kembali yg bercita-cita mati syahid dalam perjuangan menegakkan kalimat Allah yg mengharap semata-mata ridha Illahi dgn menemui wajah-Nya Yang Maha Mulia kelak. Mereka bertiga secara berurutan memimpin tentara itu ialah Zaid bin Haritsah Ja’far bin Abi Thalib dan Abdullah bin Rawahah moga-moga Allah rela kepada mereka dan menjadikan mereka rela kepada-Nya serta Allah merelakan pula seluruh sahabat lainya. Rasul berdiri di hadapan pasukan tentara Islam yg hendak berangkat itu. Rasul melepas mereka dgn amanat “Kalian harus tunduk kepada Zaid bin Harits sebagai pimpinan seandainya ia gugur pimpinan dipegang oleh Ja’far bin Abi Thalib dan senadainya Ja’far gugur pula maka tempatnya diisi oleh Abdullah bin Rawabah.” Ja’far bin Abi Thalib dijadikan orang yg kedua setelah Zaid meskipun keberanian dan ketangkasanya serta keturunan dan kebangsawanannya tidak diragukan lagi bahkan orang yg paling dekat kepada Rasul dari segi hubungan keluarga sebagai anak pamannya sendiri. Beginilah contoh dan teladan yg diperlihatkan Rasul dalam mengukuhkan suatu prinsip. Islam sebagai suatu agama baru mengikis habis segala hubungan lapuk yg didasarkan pada darah dan turunan atau yg ditegakkan atas yg batil dan rasialisme. Islam mengganti sistem-sistem yg tidak baik itu atas bimbingan dan hidayah Ilahi yg berpokok kepada hakikat kemanusiaan. Ketika Rasulullah memilih mereka bertiga utk menjadi pemimpin pasukan secara berurutan seolah-olah beliau telah telah mengetahui secara ghaib tentang pertempuarn yg akan berlangsung. Beliau mengatur dan menetapkan susunan panglimanya dgn tertib berurutan Zaid lalu lalu Ja’far kemudian Ibnu Abi Rawahah ternyata ketika mereka menemui ajalnya pulang ke rahmat Allah sebagai syuhada sesuai dgn urutan itu pula. Demi Kaum Muslimin melihat tentara romawi yg jumlahnya menurut taksiran tidak kurang dari 200.000 orang suatu jumlah yg tak mereka duka sama sekali mereka terkejut. Tetapi kapankah pertarungan yg didasari iman mempertimbangkan jumlah bilangan? Ketika itulah disana merek amaju terus tanpa gentar tak perduli dan tak menghiraukan besarnya musuh. Didepan sekali kelihatan dgn tangkasnya mengendarai kuda panglima mereka Zaid sambil memegang teguh panji-panji Rasulullah SAW. maju menyerbu laksana topan dicelah-celah desingan anak panah ujung tombak dan pedang musuh. Mereka bukan hanya semata-mata mencari kemenangan tetapi lbh dari itu mereka mencari apa yg telah dijanjikan Allah yaknitempat pembaringan disisi Allah karen sesuai dgn firman-Nya “Sesungguhnya Allah telah membeli jiwa dan harta orang-orang Mu’min dgn surga sebagai imbalannya.” Zaid tak sempat melihat pasir Balqa’ bahkan pula keadaan bala tentara Romawi tetapi ia langsung melihat keindahan taman-taman surga dgn dedaunannya yg hijau berombak laksana kibaran bendera yg memberitakan kepadanya bahwa irulah hari istirahat dan kemenanggannya. Ia telah terjun ke medan laga dgn menerpa menbas membunuh atau dibunuh. Tetapi ia tidaklah memisahkan kepala musuh-musuhnya ia hanyala membuka pintu dan menembus dinding yg menghalanginya kekampung kedamaian surga yg kekal disisi Allah. Ia telah menemui tempat peristirahatannya yg akhir. Rohnya yg melayang dalam perjalannya ke surga tersenyum bangga melihat jasadnya yg tidak berbungkus sutera dewangga hanya berbalut darah suci yg mengalir di jalan Allah. Senyumnya semakin melebar dgn tenang penuh ni’mat krn melihat panglima yg kedua Ja’far melesit maju ke depan laksana anak panah lepas dari busurnya. utk menyambar panji-panji yg akan dipanggulnya sebelum jatuh ketanah. Sumber Diadaptasi dari Karakteristik Perihidup Enam Puluh Shahabat Rasulullah Khalid Muh. Khalid Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar