Jumat, 17 Februari 2012

Abdullah Bin Mas'ud

Orang Pertama yang Berani Membaca Al Qur’an dengan Jahr (Keras) Setelah Rasulullah Saw. “Barang Siapa yang Suka Membaca Al Qur’an Sesegar Seperti Baru Turun, Maka Bacalah dengan Bacaan Ibnu Ummi Abd” (Muhammad Rasulullah)

Saat itu ia adalah seorang anak kecil yang belum berusia baligh. Ia berasal dari sebuah desa di lereng Mekkah yang jauh dari keramaian manusia. Pekerjaannya ialah menggembalakan domba milik salah seorang pembesar Quraisy yang bernama Uqbah bin Abi Muayyath. Kebanyakan orang memanggilnya dengan Ibnu Ummi Abdin. Nama aslinya adalah Abdullah dan nama ayahnya adalah Mas’ud.

Bocah ini mendengar kisah Nabi Saw yang tersiar di kalangan kaumnya. Namun ia tidak peduli dengan berita tersebut. Karena saat itu ia masih kecil dan terisolir dari masyarakat Mekkah. Ia terbiasa untuk keluar rumah pada pagi hari dengan menggembala domba milik Uqbah, dan baru kembali saat malam tiba.

Pada suatu hari bocah yang bernama Abdullah bin Mas’ud ini melihat ada 2 orang pria dewasa yang sedang berjalan ke arahnya dari jauh. Keduanya terlihat letih. Mereka terlihat amat kehausan sehingga kedua bibirnya pun tampak kering.

Sesampainya mereka di hadapan bocah ini maka keduanya mengucapkan salam kepadanya seraya berkata: “Wahai ananda, tolong peraskan susu domba-domba ini untuk menghilangkan dahaga dan membasahi tenggorokan kami.” Kemudian bocah itu pun berkata: “Aku tidak akan melakukannya. Domba-domba ini bukan milikku. Aku hanya dipercayakan untuk menggembalanya saja!”

Kedua pria tadi tidak memungkiri apa yang dikatakan oleh bocah ini, dan tampak dari wajahnya bahwa mereka menerima alasan bocah itu. Lalu salah seorang di antara mereka berkata kepada bocah tadi, “Tunjukkan kepadaku seekor domba jantan!”

Maka bocah tersebut menunjuk ke arah seekor domba kecil yang ada di dekatnya. Lalu pria tadi menghampiri dan menangkapnya. Ia mengusap puting kambing dengan tangannya sambil membaca nama Allah. Bocah tadi mengamati apa yang dilakukan pria ini dengan penuh keheranan. “Bagaimana mungkin seekor domba jantan kecil dapat mengeluarkan susu?!” gumamnya.

Akan tetapi, puting susu kambing itu tiba-tiba menggelembung, lalu keluarlah susu yang begitu banyak darinya. Lalu pria yang lain mengambil sebuah batu kering dari tanah. Kemudian batu tersebut diisinya dengan susu. Dan keduanya minum dengan batu tersebut. Lalu keduanya memberikan susu itu kepadaku untuk diminum. Aku hampir saja tidak mempercayai apa yang baru saja kulihat.

Setelah kami merasa puas. Pria yang mendapatkan berkah dengan susu kambing tadi berkata: “Berhentilah!” Maka berhentilah susu tersebut sehingga puting kambing kembali seperti sedia kala.

Pada saat itu, aku berkata kepada manusia yang penuh berkah tadi: “Ajarkan aku ucapan yang kau baca tadi!” Ia menjawab: “Engkau adalah seorang bocah yang terpelajar!”

Peristiwa tersebut adalah awal mula Abdullah bin Mas’ud mengenal Islam. Karena pria yang penuh berkah tadi tiada lain adalah Rasulullah Saw, dan sahabat yang menyertainya saat itu adalah Abu Bakar As Shiddiq ra.
Pada hari itu mereka berdua pergi menuju lereng-lereng Mekkah, karena menghindari penyiksaan oleh suku Quraisy.

Tak lama berselang dari peristiwa itu, Abdullah bin Mas’ud menyatakan masuk Islam dan menyerahkan dirinya kepada Rasulullah Saw untuk membantu Beliau. Maka Rasulullah Saw menjadikan dia sebagai pembantunya.

Abdullah bin Mas’ud terus mendampingi Rasulullah Saw seperti sebuah bayangan. Ia senantiasa menemani Rasulullah Saw baik dalam kondisi menetap atau saat bepergian. Ia juga mendampingi Rasulullah Saw baik di dalam maupun di luar rumah.

Dialah yang membangunkan Rasulullah Saw saat Beliau tidur. Dia yang menutupi Rasul bila Beliau sedang mandi. Dia yang memakaikan sandal, bila Rasul hendak keluar dan melepaskannya lagi bila Rasulullah Saw hendak masuk ke rumah. Bahkan Rasulullah Saw mengizinkan Abdullah bin Masud untuk masuk ke rumahnya kapan saja ia mau. Rasul Saw membiarkan Abdullah mengetahui rahasia Beliau tanpa pernah merasa resah, sehingga ia dikenal dengan sebutan ‘penjaga rahasia Rasulullah Saw.’

Abdullah bin Mas’ud dididik di rumah Rasulullah Saw sehingga ia dapat menyerap petunjuk yang diberikan Rasul dan berakhlak seperti akhlak Beliau. Ia mengikuti jejak Rasul dalam setiap gerak-geriknya, sehingga ada yang mengatakan: ‘Dia adalah manusia yang paling dekat kepada Rasul dalam menerima petunjuk dan akhlaknya!”

Abdullah bin Mas’ud belajar langsung di bawah bimbingan Rasulullah Saw sehingga ia menjadi sahabat yang paling paham akan bacaan Al Qur’an. Yang paling mengerti akan maknanya dan paling tahu akan syariat Allah.

Tidak ada kisah yang paling menunjukkan hal ini kecuali cerita seorang pria yang datang kepada Umar bin Khattab saat ia sedang wukuf di Arafah.

Pria ini berkata kepada Umar: “Wahai Amirul Mukminin, aku datang dari Kufah, di sana ada seorang pria yang mendiktekan mushaf Al Qur’an di luar kepala (saking hapalnya). Mendengar perkataan itu, Umar pun amat marah. Ia berkata, “Celaka kamu, siapakah dia?!” Pria tadi menjawab: “Abdullah bin Mas’ud.”

Amarah Umar langsung mereda dan kembali lagi dalam kondisi semula. Lalu ia berujar, “Celaka kamu, Demi Allah aku tidak tahu ada orang yang masih tersisa yang lebih berhak dalam urusan ini selain dia. Aku akan bercerita kepadamu tentang hal ini.”

Kemudian Umar pun memulai ceritanya, “Suatu malam Rasulullah Saw sedang berbicara dan bermusyawarah dengan Abu Bakar ra seputar permasalahan kaum muslimin. Saat itu aku bersama mereka. Kemudian Rasulullah Saw keluar dan kami ikut keluar bersamanya. Ternyata kami dapati ada seorang pria yang sedang shalat di masjid dan kami tidak tahu siapa dia sebenarnya. Rasul Saw diam sejenak untuk mendengarkan bacaannya. Kemudian Beliau menoleh ke arah kami seraya bersabda: “Siapa yang ingin membaca Al Qur’an sesegar seperti baru diturunkan, maka bacalah seperti bacaan Ibnu Ummi Abdin!”

Kemudian terlihat Abdullah bin Mas’ud duduk dan berdo’a. Lalu Rasulullah Saw berkata kepadanya: “Mintalah pasti engkau akan diberi! Mintalah pasti engkau akan diberi!”

Lalu Umar meneruskan kisahnya, “Dalam hati aku berkata, “Demi Allah, besok pagi aku akan mendatangi Abdullah bin Mas’ud dan aku akan menyampaikan kabar gembira bahwa Rasulullah Saw mengaminkan do’anya. Keesokan harinya aku mendatangi Abdullah untuk menyampaikan kabar gembira ini, namun Abu Bakar telah mendahuluiku untuk memberi kabar gembira ini kepadanya.

Demi Allah, tidak pernah aku mengalahkan Abu Bakar dalam kebaikan, pasti ia sudah lebih dahulu melakukannya!”

Ilmu Abdullah bin Mas’ud tentang Kitabullah telah sampai pada tingkatan sebagaimana yang ia katakan:
“Demi Allah yang tiada Tuhan selain-Nya. Tidak ada satu ayatpun dari Kitabullah yang turun kecuali aku mengetahui dimana ia diturunkan, dan aku mengetahui dalam peristiwa apa ia diturunkan. Jika aku tahu ada seseorang yang lebih mengerti Kitabullah dariku, jika mungkin bisa ditempuh pasti akan kudatangi ia.

Abdullah bin Mas’ud tidak berlebihan saat ia berkata tentang dirinya. Inilah kisah Umar bin Khattab ra yang berjumpa dengan sebuah kafilah dalam sebuah perjalanan, dan malam sudah meliputi siang sehingga membuat kafilah tadi kegelapan.

Dalam kafilah tersebut terdapat Abdullah bin Mas’ud. Maka Umar bin Khattab memerintahkan seseorang untuk memanggil mereka. Lalu utusan itu bertanya, “Dari mana kafilah ini?” Maka Abdullah bin Mas’ud menjawab, “Minal fajjil amiq (Dari lembah yang jauh)!’ Utusan itu kembali bertanya, “Hendak kemana kalian?” Abdullah menjawab, “Al Baital atiq (Ke rumah tua / Ka’bah)!” Maka Umar berkata: “Dalam kafilah ini ada seorang yang Alim.

Umar pun memerintahkan seseorang untuk bertanya: “Ayat Al Qur’an mana yang paling agung?” Maka Abdullah menjawab, “Allahu La Ilaaha illa Huwa Al Hayyu Al Qayyum, La Takhudzuhu sinatun wa la naum (Allah, tiada Tuhan selain Dia Yang Maha Hidup dan Maha Berdiri. Ia tidak pernah merasa ngantuk dan tertidur.”

Umar memerintahkan, “Tanyakan kepada mereka ayat Al Qur’an mana yang paling bijak?” Maka Abdullah menjawab: “Inna Allaha ya’muru bil adli wal ihsan wa iitai dzil qurba (Sungguh Allah memerintahkan untuk berbuat adil, baik dan memberikan bantuan kepada kerabat terdekat).”

Umar lalu memerintahkan, “Tanyakan kepada mereka, ayat Al Qur’an mana yang paling lengkap?” Abdullah menjawab: “Fa man ya’mal mitsqala dzarratin khayran yarahu, wa man ya’mal mitsqala dzarratin syarran yarahu (Siapa orang yang melakukan kebaikan seberat biji dzarrah maka ia akan melihatnya. Siapa orang yang melakukan keburukan seberat biji dzarrah maka ia akan melihatnya.”

Umar memerintahkan, “Tanyakan kepada mereka, ayat Al Qur’an mana yang paling membuat takut?” Abdullah menjawab: “Laisa bi amaniyikum wa la amaniyi ahlil kitab man ya’mal suu’an yujza bihi wa la yajid lahu min duunillahi waliyyan wa la nashiran ((Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah).”

Umar lalu memerintahkan, “Tanyakan kepada mereka, ayat Al Qur’an mana yang paling memberi harapan?” Abdullah menjawab: “Qul ya ibadiya alladzina asrafu ala anfusihim wa la taqnatuu min rahmatillah Innallaha yaghfiru Adz dzuuuba jamiian. Innahu Huwa Al Ghafuur Al Rahiim (Katakanlah:"Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu terputus asa dari rahmat Allah.Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang).”

Umar memerintahkan, “Apakah ada Abdullah bin Mas’ud bersama kalian?” Maka rombongan tersebut serempak menjawab, “Benar!”

Abdullah bin Mas’ud tidak hanya pandai, mengerti Al Qur’an, taat beribadah dan zuhud saja; akan tetapi ia bahkan adalah sosok yang kuat, tegar, mujahid yang pantang mundur jika berperang.

Dalam hal ini sebagai buktinya cukup dengan pernyataan bahwa dia adalah muslim pertama di muka bumi setelah Rasul Saw yang berani membacakan Al Qur’an dengan terang-terangan.

Pada suatu hari para sahabat Rasulullah Saw tengah berkumpul di Mekkah. Saat itu mereka adalah kelompok minoritas yang selalu tertindas. Mereka berkata, “Demi Allah, kaum Quraisy belum pernah mendengar Al Qur’an dibacakan dengan keras kepada mereka. Siapakah orang yang berani membacakannya kepada mereka?!”

Maka Abdullah bin Mas’ud berkata: “Aku yang akan membacakan Al Qur’an kepada mereka!”

Maka para sahabat tadi menukas, “Kami khawatir mereka akan mencelakaimu. Yang kami inginkan adalah seseorang yang memiliki keluarga besar yang dapat melindungi dan menjaganya dari kejahatan mereka, bila mereka berniat melakukannya.”

Abdullah menjawab: “Biarkan aku melakukannya, karena Allah akan menjaga dan melindungiku!”

Kemudian ia pergi ke Masjidil Haram dan ia berjalan ke arah maqam Ibrahim pada waktu dhuha. Saat itu suku Quraisy sedang duduk di sekeliling Ka’bah. Abdullah lalu berdiri di depan Maqam Ibrahim dan membacakan dengan suara keras, “Bismillahirrahmanirrahim, Ar Rahman, Allamal Qur’an, Khalaqal Insana, Allamahul Bayan. ((Tuhan) Yang Maha Pemurah, Yang telah mengajarkan al-Qur'an. Dia menciptakan manusia, Mengajarnya pandai berbicara).” Ia masih meneruskan bacaannya.

Mendengar bacaan itu mau tak mau orang-orang Quraisy pun mulai meresapi bacaannya. Mereka berkata, “Apa yang sedang dibaca oleh Ibnu Ummi Abdin? Celaka dia! Dia sedang membaca sebagian ayat yang dibawa oleh Muhammad!”

Mereka pun langsung menghampiri Abdullah dan memukuli wajahnya. Namun, ia masih saja meneruskan bacaannya sehingga batas yang Allah tentukan. Kemudian ia datang menghampiri para sahabatnya dan darah pun mengalir dari tubuhnya. Para sahabatnya berkata: “Inilah yang kami khawatirkan pada dirimu!”

Abdullah menjawab: “Demi Allah, mulai saat ini tidak ada yang lebih berat dari para musuh Allah. Jika kalian mau, besok pagi aku akan membuat mereka semua seperti ini!” Para sahabat menjawab: “Jangan, cukuplah karena engkau telah berani membacakan kepada mereka apa yang mereka benci!”

Abdullah bin Mas’ud masih hidup hingga masa khilafah Utsman bin Affan ra. Saat ia mendekati ajalnya, Utsman menjenguknya lalu bertanya, “Apa yang kau keluhkan?” Ia menjawab: “Dosa-dosaku.” Utsman bertanya: “Apa yang kau inginkan?” Ia menjawab: “Rahmat Tuhanku.” Utsman bertanya: “Apakah engkau menginginkan jatahmu yang selalu kau tolak sejak bertahun-tahun lalu?” Ia menjawab: “Aku tidak memerlukannya.” Utsman berkata: “Itu akan bermanfaat bagi putri-putrimu sepeninggalmu nanti” Ia berkata, “Apakah engkau khawatir anak-anakku menjadi faqir? Aku telah memerintahkan mereka untuk membaca surat Al Waqiah setiap malam. Aku pernah mendengar sabda Rasul Saw: ‘Siapa yang membaca surat Al Waqiah setiap malam, maka ia tidak akan terkena kefakiran untuk selamanya.”

Begitu malam tiba, Abdullah bin Mas’ud kembali kepangkuan Ilahi. Lisannya basah dengan dzikir kepada Allah.
Jenazahnya dishalatkan oleh ribuan kaum muslimin; termasuk didalamnya Zubeir bin Awwam.
Kemudian ia dimakamkan di Baqi. Semoga Allah merahmatinya.

Untuk merujuk lebih jauh tentang profil Abdullah bin Mas’ud silahkan melihat:
1. Al Ishabah 2/368 atau terjemah 4954
2. Al Isti’ab (dengan Hamisyh Al Ishabah): 2/316
3. Tarikhul Islam karya Al Dzahaby: 2/100-104
4. Tadzkiratul Huffadz: 1/12-15
5. Al Bidayah wa An Nihayah: 7/162-163
6. Thabaqat Al Sya’rani: 29-30
7. Syadzarat Al Dzahab: 1/38-39
8. Usudul Ghabah: 3/384-390
9. Siyar A’lam An Nubala: 1/461-500
10. Shifatus Shafwah: 1/154-166
11. Musnad Al Imam Ahmad: 5/210
12. Dalail An Nubuwah: 273

Tidak ada komentar:

Posting Komentar